Semangkuk Bakmi Panas

Selasa, 03 Mei 2011



Pada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apa pun. Di tengah perjalanan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang.

Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai uang.
Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata, “Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?” “Ya, tetapi, aku tidak membawa uang,” jawab Ana dengan
malu-malu. “Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu,” jawab si pemilik kedai. “Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu.”

Tak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang. “Ada apa, Nona?” tanya si pemilik kedai.
“Tidak apa-apa, aku hanya terharu,” jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.
“Bahkan, seorang yang baru ku kenal pun memberi aku semangkuk bakmi, tetapi ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan padaku agar jangan kembali lagi ke rumah. Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri,” katanya kepada pemilik kedai.
Setelah mendengar perkataan Ana, pemilik kedai itu menarik napas panjang dan berkata, “Nona, mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkan hal ini, aku hanya memberi semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan, kau malah bertengkar dengannya.” Ana terhenyak mendengar hal tersebut. “Mengapa aku tidak berpikir tentang hal itu? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulian kepadanya. Dan, hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.”

Ana segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkan kepada ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah “Ana kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanan akan menjadi dingin jika kau tidak memakannya sekarang.” Pada saat itu, Ana tidak dapat menahan tangisnya dan ia menangis di hadapan ibunya.

kamera digital